Apa gunanya gembar-gembor atau ngaku-ngaku diri paling beragama, ber-Tuhan dan pancasilais, kalau dalam keseharian kita ternyata kita tidak lebih baik, tidak lebih jujur, tidak lebih ramah, tidak lebih bertanggungjawab, tidak lebih bersyukur, tidak lebih bermanfaat, dan tidak lebih manusiawi daripada orang-orang yang kita anggap/ tuduh selfis, kapitalis komunis, ateis, maupun fasis bau amis! Wajar-wajar sajalah! Oke?
Sebagai manusia yang cerdas, dewasa, berbudaya, dan beragama, sudah selayaknyalah kita bergaul secara bebas aktif dengan berbagai pihak dalam masyarakat beradab yang majemuk. Tidak perlu takut, tapi tetaplah waspada. Yang penting, tetaplah kritis dan bertanggungjawab dalam menyikapi berbagai data, informasi, konsep, filosofi, maupun ajaran-ajaran yang setiap saat menerjang menyelinap masuk ke dalam otak dan hati kita. Merdeka!!
Di samping wajib dan berhak memuja maupun memuji Tuhan Yang Mahaesa dan Mahakuasa, sebagai 'homo sapiens' (manusia yang berakal budi), sudah selayaknyalah kita mau dan mampu hidup saling menghargai dengan sesama manusia secara baik, jujur, ramah, rajin, bertanggungjawab, berimajinasi, berinisiatif, berani, bersyukur, bermanfaat, tekun, tahu diri, berkesinambungan. Kalau bisa, wajar-wajar sajalah!
Manusia adalah makhluk hidup yang sangat ambigu, dalam arti, bisa menjadi makhluk mulia yang sangat kreatif, tapi juga bisa menjelma menjadi makhluk kejam yang sangat destruktif. Buktinya, ketika ada orang yang rendah hati, biasanya justru akan ramai-ramai dimuliakan banyak orang, tapi ketika ada orang tinggi hati, biasanya justru akan ramai-ramai direndahkan atau dihina oleh banyak orang! Manusia memang aneh dan suka ikut berkontribusi!
JAPERTUJA dan JATIPERTUJA adalah rumus sikap hidup kritis yang menganjurkan agar kita JAngan PERcaya begiTU saJA dan juga JAngan TIdak PERcaya begiTU saJA terhadap apa/siapa pun juga dalam kehidupan di dunia yang fana ini yang ternyata bukan hanya pantas, tapi juga hampir selalu perlu berubah dalam rangka menciptakan kebahagiaan kita bersama yang berkeadilan. Oke?!
Tidak semua adat, aturan, gagasan, kebiasaan, tradisi, maupun undang-undang lama harus kita tolak atau campakkan begitu saja, tapi juga tidak semua dari mereka harus kita terima, dukung, serta lanjutkan secara membabi-buta terutama karena kita toh memang bukan babi dan juga tidak buta hati dan buta logika. Marilah kita tetap jaga kekritisan, kecerdasan, kedewasaan, serta kebijaksanaan kita dalam menyikapi segala sesuatu! Tetaplah kritis dan waspada!
Marilah kita manfaatkan dan syukuri anugerah "two in one" (hati nurani dan kebebasan berkehendak) yang di anugerahkan oleh Tuhan Yang Maha-baik kepada kita, justru agar ketika kaya kita tidak sampai mentang-mentang kaya, dan ketika miskin pun kita tidak sampai bersikap mentang-mentang miskin. Tetaplah bersikap sewajar mungkin saja oke?
Semua gunung pasti ada puncaknya! Semua laut pasti ada saja dasarnya. Segala sesuatu pasti ada sumbernya. Kecuali Tuhan yang maha ini dan Maha itu. Beliau adalah Alfa, tapi juga Omega. Beliau adalah awal dari segala-galanya. Diatasnya langit masih ada lagit!
Jangankan teman, musuh pun ada gunanya. Jangankan kekayaan, kemiskinan pun ada gunanya. Jangankan obat, penyakit pun ada gunanya. Jangankan orang baik, orang jahat pun ada gunanya. Jangankan cahaya, kegelapan pun ada gunanya, yang penting niat kita baik, lebih baik, dan terbaik untuk membuka diri kita secara netral serta positif. OK?
Kalau bisa, hati-hatilah dalam mengimpor maupun mengekspor apa pun juga, karena konsep-konsep/barang-barang/ide-ide yang mereka sangat sukai dan/atau butuhkan di sana, belum tentu bisa cocok dan bermanfaat untuk kita di sini, begitu pula sebaliknya, konsep-konsep/barang-barang/ide-ide yang bagi kita sangat cocok dan/atau butuhkan di sini, belum tentu baik dan bermanfaat untuk mereka di sana. Hati-hati dan waspadalah!