Jangankan bagi kita yang katanya merupakan makhluk hidup tercerdas di antara semua makhluk hidup yang ada dan hidup di dunia fana yang hampir selalu penuh dengan penghuni yang heterogen, binatang liar yang hidup di hutan pun harus punya dan mampu memakai bahasa sebagai alat berkomunikasi. Ayo, marilah secara beriktikad ramai-ramai belajar bahasa Indonesia, sebelum, sembari, maupun sesudah belajar bahasa-bahasa lain. Terima kasih! Matur suksema! Matur nuwun!
Pada dasarnya, semua orang lahir dan masih benar-benar (tidak seolah-olah saja) hidup, pada saat ajalnya benar-benar tiba, pasti akan harus mati juga. Makanya , mumpung atau bahkan justru karena kita benar-benar masih hidup, marilah kita hidup bersama secara benar-benar baik, jujur, adil, beradab, bertanggung jawab, dan tahu diri, cukup seumur hidup kita masing-masing saja! Jangan takut, tapi waspadalah!
Kalau bisa, tetaplah buka lebar-lebar otak, hati, mata, telinga, hidung, maupun mulut kita secara benar-benar beriktikad atau secara benar-benar baik, jujur, adil, beradab, wajar, optimal, sehat, merdeka, dan tahu diri, untuk menampung segala hal yang benar-benar pantas, perlu, mampu, sempat, ikhlas, dan mantap kita tampung dan manfaatkan untuk benar-benar mewujudkan, merawat, dan menumbuhkembangkan kemaslahatan, keselamatan, kesehatan, kegembiraan, kebahagiaan, dan/atau kesejahteraan hidup kita bersama yang benar-benar berkeadilan dan berkesinambungan. Oke? Salam beriktikad dari Joger, Kuta Balinesia.
Pada dasarnya, sikap optimis yang benar-benar sehat itu, walaupun tetap berbeda, tetapi sebenarnya sama saja dengan sikap pesimis yang benar-benar sehat, karena sikap optimis yang benar-benar sehat itu sebenarnya adalah sikap percaya bahwa kesempatan yang sama tidak mungkin datang dua kali, tetapi kesempatan-kesempatan yang berbeda (selama kita masih hidup) pasti akan datang dalam bentuk, keadaan, dan waktu yang lain.
Tidak semua adat, aturan, gagasan , kebiasaan, tradisi, maupun undang-undang lama harus kita tolak atau campakkan begitu saja, tapi juga tidak semua dari mereka harus kita terima, dukung, serta lanjutkan secara membabi buta, karena kita kan bukan babi dan juga seharusnya tidak buta hati dan buta logika. Wajar-wajar sajalah. Merdeka!
Marilah kita bersatu dalam doa dan karya-karya positif, mengisi dan membangun negeri kita tercinta ini sesuai dengan bakat dan kemampuan kita masing-masing. Bagi yang sudah besar, silakan melakukan hal-hal yang besar-besar. Bagi yang belum besar, lakukanlah hal-hal positif secara kecil-kecilan! Merdeka!
Paling repot dan menyedihkan kalau sebuah negara besar yang seharusnya sudah merdeka tapi masih saja dikuasai justru oleh orang-orang yang sebenarnya belum benar-benar merdeka. Merdeka itu adil! Merdeka itu wajar! Merdeka!
Dengan berbekal iktikad (niat yang benar-benar baik, lebih baik, terbaik, tapi tidak terlalu baik, apalagi terlalu tidak baik) lakukan berbagai hal positif (baik dan bermanfaat) sesuai dengan kepantasan, keperluan, kemampuan, dan kesempatan kita masing-masing secara ikhlas dan mantap. Ngotot boleh, ngoyo jangan. Wajar-wajar saja! Merdeka!
Kalau memang dianalogikan sebagai "bencana nasional", mungkin ada baiknyalah pemerintah dengan berbekal "iktikad" (niat baik yang benar-benar, tidak seolah-olah saja baik) membuka kantong penampungan sumbangan sukarela gotong royong dari segenap warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (bukan hanya dari orang-orang tertentu maupun dari pengusaha besar saja) kemudian kelola dan manfaatkanlah secara baik, jujur, adil, beradab, transparan, dan bertanggungjawab! Oke?
Sadar dan paham kah Anda, bahwa bekerja bakti menjaga kebersihan maupun kelestarian lingkungan hidup kita bersama secara benar-benar baik, jujur, ramah, rajin, wajar, adil, dan beradab, juga termasuk ibadah yang kemungkinan besar diterima oleh Tuhan (kita bersama) Yang Maha Esa, Mahabaik, Mahatahu, Mahaadil, Mahakuasa. Stop Buang/bakar sampah sembarangan! Selamat beribadah secara baik dan wajar!